THE SINGING LECTURER
Merilis lagu ciptaan sendiri adalah impian saya sejak remaja.
Perkembangan teknologi membuatnya jadi nyata.
- Riko Okelo -
***
RIKO OKELO adalah pendatang baru di kancah musik industri Indonesia. Lewat single perdana bertajuk “Soempah Mati” (2020), penyanyi solo dan juga penulis lagu (singer/songwriter) yang juga berprofesi sebagai dosen tetap di Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta, ini menulis dan memproduksi single-nya ini sendiri tanpa label rekaman.
“Saya bukan antilabel rekaman, baik Indie maupun Major. Saya sadar diri belum bisa penuh waktu di musik sehingga memutuskan untuk memproduksi sendiri lagu-lagu saya. Memproduksi sendiri membuat saya lebih mudah mengatur waktu antara menjalankan tri dharma perguruan tinggi sebagai dosen dan bermusik,” kilahnya.
Sebenarnya, pengajar dengan jabatan akademik Asisten Ahli bidang Ilmu Filsafat ini mulai berkecimpung di musik sejak remaja. Bermula dari teman SMP-nya, Bustami Arifin (Ade), yang mendorongnya untuk membentuk grup band. Ade memperkenalkannya dengan teman-temannya untuk membentuk grup band bersama Riko. Dengan ketrampilan pas-pasan, Riko memainkan alat musik Keyboard dan Vokal.
“Saat itu, musik barat yang digemari remaja seusia saya cenderung bergenre cadas, seperti yang diusung oleh grup band Nirvana, Guns and Roses, Ugly Kid Joe, atau Metallica. Sementara saya sendiri lebih cenderung ke grup band atau penyanyi solo yang cenderung lintas genre atau agak balada, seperti, Queen, The Police, Richard Marx, Sting, Phil Collins, Air Supply, Mr. Big, Extreme, dan sejenisnya. Perbedaan jenis musik ini tentu saja membuat band saya kurang populer di kalangan teman-teman hehe …,” ujarnya terkekeh.
Nasib tanpa popularitas di antara teman sekolahnya ini pun kembali terulang saat nge-band di bangku SMA. Penyuka kuliner Pekalongan ini memang sempat nge-band dengan teman-teman SMA-nya, tapi hanya sebentar. Tawaran nge-band dengan pemilik studio musik Gibast di sekitar Kebon Baru, Tebet, membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu di situ ketimbang bersama teman-teman SMA-nya.
“Saya punya mimpi ingin segera merilis lagu sendiri. Saya merasa tidak ada salahnya bergabung di situ. Terlebih, personilnya bukan anak-anak seusia lagi. Rata-rata sudah selesai sekolah,” kenangnya penuh semangat.
Alih-alih terwujud, dia mengalami nasih yang sama seperti masa SMP, tidak “dikenal” oleh teman sekolahnya sebagai anak band. Personilnya yang bukan sesama teman sekolah seolah-olah menjadi alibi tidak dimungkinkannya dia tampil di acara-acara musik di sekolah yang berlokasi di bilangan Tebet.
“Pada acara perpisahan SMA kakak kelas di Gedung Aneka Tambang (Antam) di bilangan TB. Simatupang 24 tahun silam, band saya diberikan kesempatan manggung dan ditampilkan di urutan buncit. Tersisalah kurang dari sepuluh orang siswi yang bertahan di bangku penonton. Sedih sekali melihat penonton berbondong bubar di saat teman-teman saya sedang memasang alat-alat.. Jika tidak disemangati agar tetap tampil oleh siswi yang tersisa itu dan personil band saya, ingin rasanya batal tampil saja,” kenangnya pahit.
Toh, Riko sedikit terhibur ketika para siswi itu menyempatkan mengambil gambar dirinya saat manggung. Belakangan, foto saat manggung itu diberikan kepadanya. Tapi, entah di mana sekarang rimbanya foto itu. Terlebih, dia tidak terlalu pede dengan sosok dirinya di foto atau video. (RO)
Riko Okelo adalah solois asal Jakarta yang telah merilis single “Soempah Mati” di platform digital Maret 2020 silam. Nama “Okelo” dipilih agar mudah diplesetkan menjadi,”Okey, Loch!”. Solois ini percaya bahwa kata adalah doa. Dengan meng-“okey”-kan namanya itu, dia berharap karir di ranah industri musik Indonesia akan “okey-okey” aja.
Bulan Maret 2020, Riko merilis single perdananya “Soempah Mati” melalui agregator luar. “Pada akhirnya saya mengerti mengapa lagu yang sudah se-easy-listening itu minim respon. Akhirnya, saya me-mixing dan me-mastering ulang sendiri lagu itu,” ujarnya dengan nada santai.
“Soempah Mati” memang bukan lagu yang, baik secara lirik maupun musik, tergolong berat. Liriknya hanya bercerita tentang seseorang yang berusaha meyakinkan perasaan cintanya kepada kekasihnya dalam ucapan mempercayainya, tapi gelagatnya lebih menunjukkan rasa curiga.
Secara musikal, lagu ini dikemas dengan tempo sedang dan lebih dominan diisi oleh gitar elektrik. Selain itu, ada instrument Hammond untuk menjembatani karakter gitar elektrik yang keras dan vokal yang cenderung nge-Pop.
Untuk versi remixed ini, Riko mengerjakan sendiri proses mixing dan mastering-nya. Bakat bermusik yang tumbuh sejak sekolah dasar membuatnya tidak sulit mempelajari mixing dan mastering secara otodidak berkat melimpahnya materi ini di YouTube. Finalis 10 Besar Festival Band “Sensasi Sprite” sekitar 2000an awal berkat lagu yang diciptakannya berjudul “Mawar Hati” ini “berguru” mixing dan mastering dari Agus Hardiman, Victor Guidera, Warren Huart, dll., via YouTube.
Riko berharap para “Okelovers” (sebutan untuk penikmat karya musiknya) dapat lebih mudah menikmati single “Soempah Mati” melalui versi remixed-nya ini.
Setelah menjalani profesi dosen sejak 2010 lalu, Riko Okelo meluncur ke dunia tarik suara dengan single perdananya “Soempah Mati” yang akan rilis di platform musik 6 Maret 2020.
Riko mengaku dari dulu sudah terjun di dunia musik. Tapi, kesempatan untuk menembus industri baru tahun 2020 ini. Dia merasa sudah saatnya mewujudkan mimpi untuk bisa menghibur banyak orang. Musik adalah media yang telah akrab dengannya, dan dia ingin lebih banyak orang lagi yang terhibur melalui musiknya.
“Awal 2000an, saat masih tergabung dengan grup band Intuisi, pernah menjadi finalis di festival band “Sensasi Sprite” dengan membawakan lagu ciptaan saya sendiri berjudul ‘Mawar Hati’. Di event itu saya berkenalan dengan seorang basis bernama Jawa dan penyanyi bernama Tery. Belakangan, saya melihat Jawa di grup band Maliq & D’Essentials dan Terry merilis album solo yang membawakan lagu-lagu cover. Salut melihat pencapaian mereka yang bisa menembus industri musik Indonesia,” ujarnya.
Namun, untuk single perdana ini, pengajar mata kuliah Filsafat Ilmu di Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta, ini justru merilis lagu “Soempah Mati”. Single ini merupakan potret yang ditangkapnya dari kehidupan sehari-hari di mana jarak antara rasa curiga dan percaya itu seperti menipis. Itulah alasannya dia merilis single ini terlebih dahulu.
“Percaya tapi curiga” kira-kira itu kata kunci dari lagu “Soempah Mati” yang juga diciptakannya sendiri, baik lirik maupun musiknya. Relasi tidak sehat antar manusia masa kini seperti terjalin dari tarik-menarik antara kedua kutub itu. Begitu renungan pria keturunan Minang yang sejak bayi sudah tinggal di Jakarta ini.
Manusia sekarang seperti tertatih-tatih hendak memutuskan kedua hal ini saat berhubungan dengan orang lain. Teknologi informasi, yang bermaksud memudahkan komunikasi, justru membuat manusia mudah terpolarisasi dan seperti kehilangan keyakinan atas sesuatu atau seseorang.
Teknik vokal yang cenderung memberikan tekanan penegasan nada (stressing) pada kata-kata tertentu di lagu “Soempah Mati” seperti hendak menegaskan bahwa teks yang tertulis pada teknologi informasi akhirnya memiliki keterbatasan dalam menyampaikan sisi emotif bahasa.
“Barangkali di situlah musik tidak pernah mati. Sebab musik memberikan ruang bagi sisi emotif bahasa untuk tampil menunjukkan dirinya,” tukas pemilih akun instagram @rikookelo ini yakin.
Single “Soempah Mati” seluruh produksi musiknya dikerjakan oleh Riko, kecuali gitar elektrik diisi oleh Iksan (Lopezet), sedangkan mixing & mastering-nya dikerjakan oleh Daniel Samarkand (Riuh Sunyi). Riko berharap single perdananya ini dapat diterima oleh pecinta musik tanah air. (Manajemen)